Fanatisme Kelompok
Mari sejenak kita renungi sabda Nabi shallaLlahu 'alaihi wa sallam:
"ثَلاَثٌ مُهْلِكَاتٌ : هَوًى مُتَّبَعٌ ، وَشُحٌّ مُطَاعٌ ، وَ إِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ"
"Tiga perkara yang membinasakan: hawa nafsu yang dituruti, sukh yang ditaati & kebanggaan seseorang terhadap dirinya ('ujub)." (HR. Thabrani).
’Ujub itu membuat orang merasa dirinya sudah baik dan bahkan paling baik. Ia sulit menerima jika ada orang yang lebih baik dari dirinya. Jika ’ujub bersifat kolektif, akan berwujud membangga-banggakan kelompok dan orang-orangnya. Sulit mendengar nasehat, meski yang paling tulus, jika bukan dari orang-orang yang satu kelompok dengannya.
Bentuk kelompok dapat beragam. Boleh jadi kelompok diskusi, kelompok profesi, kelompok yang terkait etnis, atau pun kelompok keagamaan. Kelompok dapat bersifat formal, dapat informal. Bahkan kelompok itu zahirnya tak berkelompok, tetapi sesungguhnya berkelompok. Apa pun kelompoknya, kebanggaan kolektif yang berwujud membangga-banggakan apa yang ada pada kelompoknya, dapat tumbuh dan mengakar kuat.
Jika tidak terkendali, orang dapat membangga-banggakan kebaikan sekecil apa pun pada kelompok, meremehkan kebaikan apa pun pada orang lain. Yang lebih berat lagi: membanggakan apa yang ada pada kelompoknya dan menganggap baik apa pun yang ada di dalamnya. Di luar: buruk dan rendah. Senantiasa ada alasan untuk memaklumi keburukan dan bahkan kebusukan kelompoknya sehingga tampak sebagai kebaikan, sebagaimana ada saja jalan untuk mengelak dari kebaikan kelompok lain yang berseberangan meskipun jelas-jelas merupakan kebaikan yang kuatnya dasarnya dalam agama.
Inilah yang perlu kita khawatiri. Berbangga-bangga terhadap kelompok seraya merendahkan yang lain, dapat menghalangi hidayah dan kebaikan. Lebih perlu kita khawatiri lagi kalau sampai menjatuhkan pada apa yang diperingatkan Allah Ta’ala dalam al-Qur’an. Kita merasa bertauhid dan mengimani dengan kuat, padahal kita telah terjatuh pada mempersekutukan Allah Ta'ala (musyrik) bersebab kecintaan yang amat sangat pada kelompok, betapa pun itu kelompok agama. Allah Ta'ala berfirman:
"وَلَا تَكُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِكِيۡنَۙ مِنَ الَّذِيۡنَ فَرَّقُوۡا دِيۡنَهُمۡ وَكَانُوۡا شِيَعًا ؕ كُلُّ حِزۡبٍۢ بِمَا لَدَيۡهِمۡ فَرِحُوۡنَ..."
“...Dan janganlah kamu termasuk orang yang menyekutukan Alloh yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka” (QS. Ar-Ruum, 30: 31-32).
Maka, kepada Allah Ta’ala kita meminta pertolongan agar dihindarkan dari kesyirikan yang kita ketahui maupun kesyirikan tersembunyi. Kita berdo'a:
"اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئاً نَعْلَمُهُ وَ نَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ نَعْلَمُ"
"Ya, Allah... Sesungguhya kami berlindung kepadaMu agar tidak menyekutukanMu dengan sesuatu yang kami ketahui. Dan kami memohon ampun kepadaMu dari sesuatu yang kami tidak mengetahuinya." (HR. Ahmad & imam hadits lainnya).
Kita juga memohon kepada Allah Ta’ala petunjuk agar tak terkelabui persepsi diri sendiri. Yang haq tampak haq, yang bathil tampak bathil. Kita berdo’a kepada-Nya:
"اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا التِبَاعَةَ وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ"
"Ya Allah, tunjukkan kepada kami bahwa yang benar itu benar dan berikanlah rezeki kepada kami kemampuan untuk mengikutinya. Dan tunjukkan kepada kami bahwa yang bathil itu bathil & berikan rezeki kepada kami kekuatan untuk menjauhinya."
Mari sejenak kita renungi do'a ini seraya menelisik kembali apa yang telah melekat pada diri kita: keyakinan maupun pemahaman. Pada saat yang sama, kita perlu berusaha membekali diri dengan ilmu. Tanpa itu, kita dapat tergelincir dari satu syubhat ke syubhat lainnya.
M. Fauzil Adhiem
"ثَلاَثٌ مُهْلِكَاتٌ : هَوًى مُتَّبَعٌ ، وَشُحٌّ مُطَاعٌ ، وَ إِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ"
"Tiga perkara yang membinasakan: hawa nafsu yang dituruti, sukh yang ditaati & kebanggaan seseorang terhadap dirinya ('ujub)." (HR. Thabrani).
’Ujub itu membuat orang merasa dirinya sudah baik dan bahkan paling baik. Ia sulit menerima jika ada orang yang lebih baik dari dirinya. Jika ’ujub bersifat kolektif, akan berwujud membangga-banggakan kelompok dan orang-orangnya. Sulit mendengar nasehat, meski yang paling tulus, jika bukan dari orang-orang yang satu kelompok dengannya.
Bentuk kelompok dapat beragam. Boleh jadi kelompok diskusi, kelompok profesi, kelompok yang terkait etnis, atau pun kelompok keagamaan. Kelompok dapat bersifat formal, dapat informal. Bahkan kelompok itu zahirnya tak berkelompok, tetapi sesungguhnya berkelompok. Apa pun kelompoknya, kebanggaan kolektif yang berwujud membangga-banggakan apa yang ada pada kelompoknya, dapat tumbuh dan mengakar kuat.
Jika tidak terkendali, orang dapat membangga-banggakan kebaikan sekecil apa pun pada kelompok, meremehkan kebaikan apa pun pada orang lain. Yang lebih berat lagi: membanggakan apa yang ada pada kelompoknya dan menganggap baik apa pun yang ada di dalamnya. Di luar: buruk dan rendah. Senantiasa ada alasan untuk memaklumi keburukan dan bahkan kebusukan kelompoknya sehingga tampak sebagai kebaikan, sebagaimana ada saja jalan untuk mengelak dari kebaikan kelompok lain yang berseberangan meskipun jelas-jelas merupakan kebaikan yang kuatnya dasarnya dalam agama.
Inilah yang perlu kita khawatiri. Berbangga-bangga terhadap kelompok seraya merendahkan yang lain, dapat menghalangi hidayah dan kebaikan. Lebih perlu kita khawatiri lagi kalau sampai menjatuhkan pada apa yang diperingatkan Allah Ta’ala dalam al-Qur’an. Kita merasa bertauhid dan mengimani dengan kuat, padahal kita telah terjatuh pada mempersekutukan Allah Ta'ala (musyrik) bersebab kecintaan yang amat sangat pada kelompok, betapa pun itu kelompok agama. Allah Ta'ala berfirman:
"وَلَا تَكُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِكِيۡنَۙ مِنَ الَّذِيۡنَ فَرَّقُوۡا دِيۡنَهُمۡ وَكَانُوۡا شِيَعًا ؕ كُلُّ حِزۡبٍۢ بِمَا لَدَيۡهِمۡ فَرِحُوۡنَ..."
“...Dan janganlah kamu termasuk orang yang menyekutukan Alloh yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka” (QS. Ar-Ruum, 30: 31-32).
Maka, kepada Allah Ta’ala kita meminta pertolongan agar dihindarkan dari kesyirikan yang kita ketahui maupun kesyirikan tersembunyi. Kita berdo'a:
"اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئاً نَعْلَمُهُ وَ نَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ نَعْلَمُ"
"Ya, Allah... Sesungguhya kami berlindung kepadaMu agar tidak menyekutukanMu dengan sesuatu yang kami ketahui. Dan kami memohon ampun kepadaMu dari sesuatu yang kami tidak mengetahuinya." (HR. Ahmad & imam hadits lainnya).
Kita juga memohon kepada Allah Ta’ala petunjuk agar tak terkelabui persepsi diri sendiri. Yang haq tampak haq, yang bathil tampak bathil. Kita berdo’a kepada-Nya:
"اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا التِبَاعَةَ وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ"
"Ya Allah, tunjukkan kepada kami bahwa yang benar itu benar dan berikanlah rezeki kepada kami kemampuan untuk mengikutinya. Dan tunjukkan kepada kami bahwa yang bathil itu bathil & berikan rezeki kepada kami kekuatan untuk menjauhinya."
Mari sejenak kita renungi do'a ini seraya menelisik kembali apa yang telah melekat pada diri kita: keyakinan maupun pemahaman. Pada saat yang sama, kita perlu berusaha membekali diri dengan ilmu. Tanpa itu, kita dapat tergelincir dari satu syubhat ke syubhat lainnya.
M. Fauzil Adhiem
Leave a Comment