Berbahagialah yang Langsung Disetrap Allah
Ibarat murid sekolah, yang melakukan kesalahan atau bandel, maka sang guru akan langsung me-"nyetrap" agar si murid sadar dan tidak mengulangi kesalahannya. Begitu pun Allah. Pagi ini aku "disetrap"-Nya.
Jam sudah menunjukkan lewat banyak untuk berangkat ke kantor, dan sudah pasti telat. Tapi karena kesiangan, ya sudah tidak mengapa telat. Maka ketika aku sudah selesai berkemas, sementara istri belum, akulah yang menjaga anak, agar istri bisa cepat berkemas. Kubawalah anakku untuk berjalan-jalan, cukup lama, agar perhitunganku bisa pas dengan selesainya istri.
Namun, ternyata setelah pulang istri masih di kamar mandi. Harapan yang disandarkan bukan kepada Allah maka akan bersiap untuk kecewa. Maka dengan mudah diri ini terhasut syeitan untuk marah. Tak ada satu katapun keluar dariku, sebagai tanda untuknya. Di perjalanan ke kantor, istri berkata, "kalo sampai setengah tujuh belum selesai, duluan aja". Ah, perkataannya yang entah sudah sekian kalinya tak kugubris. Maka Allah pun "geram".
Tepat di depan kantor istri, tiba-tiba teringatlah kamera kantor yang ketinggalan di rumah. Kamera yang seyogyanya dipakai hari ini. Berbalik arahlah aku kembali menuju rumah dengan waktu yang akan ditempuh lebih dari 1 jam! Sepanjang perjalanan mengambil kamera, aku tersadar, kenapa aku marah padahal aku yang salah? Istriku kan sudah mempersilahkan untuk berangkat lebih dulu, sementara aku malah menunggunya.
Beristighfar berulang kali sambil terus bertafakkur. Sampai tersingkapnya hikmah di balik kejadian ini. Seperti murid yang berbuat kesalahan langsung dihukum untuk segera sadar dan memperbaiki diri, maka aku pun merasa langsung "disetrap" Allah karena Ia ingin aku segera sadar dan memperbaiki diri. Betapa Dia sebenarnya sangat berkuasa untuk mendiamkanku, menunda hukumanku untuk nanti, dan tak ingin aku segera sadar. Tapi Ia tidak berbuat itu.
Oh, subhanallah.. Dia menyayangiku..
Maka dibalik istighfarku, hatiku berbunga-bunga sambil berkata alhamdulillah..
Jam sudah menunjukkan lewat banyak untuk berangkat ke kantor, dan sudah pasti telat. Tapi karena kesiangan, ya sudah tidak mengapa telat. Maka ketika aku sudah selesai berkemas, sementara istri belum, akulah yang menjaga anak, agar istri bisa cepat berkemas. Kubawalah anakku untuk berjalan-jalan, cukup lama, agar perhitunganku bisa pas dengan selesainya istri.
Namun, ternyata setelah pulang istri masih di kamar mandi. Harapan yang disandarkan bukan kepada Allah maka akan bersiap untuk kecewa. Maka dengan mudah diri ini terhasut syeitan untuk marah. Tak ada satu katapun keluar dariku, sebagai tanda untuknya. Di perjalanan ke kantor, istri berkata, "kalo sampai setengah tujuh belum selesai, duluan aja". Ah, perkataannya yang entah sudah sekian kalinya tak kugubris. Maka Allah pun "geram".
Tepat di depan kantor istri, tiba-tiba teringatlah kamera kantor yang ketinggalan di rumah. Kamera yang seyogyanya dipakai hari ini. Berbalik arahlah aku kembali menuju rumah dengan waktu yang akan ditempuh lebih dari 1 jam! Sepanjang perjalanan mengambil kamera, aku tersadar, kenapa aku marah padahal aku yang salah? Istriku kan sudah mempersilahkan untuk berangkat lebih dulu, sementara aku malah menunggunya.
Beristighfar berulang kali sambil terus bertafakkur. Sampai tersingkapnya hikmah di balik kejadian ini. Seperti murid yang berbuat kesalahan langsung dihukum untuk segera sadar dan memperbaiki diri, maka aku pun merasa langsung "disetrap" Allah karena Ia ingin aku segera sadar dan memperbaiki diri. Betapa Dia sebenarnya sangat berkuasa untuk mendiamkanku, menunda hukumanku untuk nanti, dan tak ingin aku segera sadar. Tapi Ia tidak berbuat itu.
Oh, subhanallah.. Dia menyayangiku..
Maka dibalik istighfarku, hatiku berbunga-bunga sambil berkata alhamdulillah..
Posts
Leave a Comment