Anak-anak Karbitan
Mau punya anak genius? Jago ngitung? Bisa berbagai bahasa? Juara Olimpiade sains? Eit, tunggu dulu. Baca artikel menarik di bawah ini.
ANAK-ANAK KARBITAN
Oleh Dewi Utama Faizah, bekerja di Direktorat pendidikan TK dan SD
Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, Program Director untuk Institut
Pengembangan Pendidikan Karakter divisi dari Indonesia Heritage
Foundation.
Anak-anak yang digegas Menjadi cepat mekar Cepat matang Cepat
layu...Pendidikan bagi anak usia dini sekarang tengah marak-maraknya.
Dimana mana orang tua merasakan pentingnya mendidik anak melalui
lembaga persekolahan yang ada. Mereka pun berlomba untuk memberikan
anak-anak mereka pelayanan pendidikan yang baik. Taman kanak-kanak pun
berdiri dengan berbagai rupa, di kota hingga ke desa. Kursus-kursus
kilat untuk anak-anak pun juga bertaburan di berbagai tempat. Tawaran
berbagai macam bentuk pendidikan ini amat beragam. Mulai dari yang
puluhan ribu hingga jutaan rupiah per bulannya. Dari kursus yang dapat
membuat otak anak cerdas dan pintar berhitung, cakap berbagai bahasa,
hingga fisik kuat dan sehat melalui kegiatan menari, main musik dan
berenang. Dunia pendidikan saat ini betul-betul penuh dengan denyut
kegairahan. Penuh tawaran yang menggiurkan yang terkadang menguras isi
kantung orangtua ...
Captive market! Kondisi diatas terlihat biasa saja bagi orang awam.
Namun apabila kita amati lebih cermat, dan kita baca berbagai
informasi di intenet dan lileratur yang ada tentang bagaimana
pendidikan yang patut bagi anak usia dini, maka kita akan terkejut!
Saat ini hampir sebagian besar penyelenggaraan pendidikan bagi
anak-anak usia dini melakukan kesalahan. Di samping ketidak patutan
yang dilakukan oleh orang tua akibat ketidak tahuannya!
Anak-Anak Yang Digegas...
Ada beberapa indikator untuk melihat berbagai ketidakpatutan terhadap
anak. Diantaranya yang paling menonjol adalah orientasi pada kemampuan
intelektual secara dini. Akibatnya bermunculanlah anak-anak ajaib
dengan kepintaran intelektual luar biasa. Mereka dicoba untuk
menjalani akselerasi dalam pendidikannya dengan memperoleh pengayaan
kecakapan-kecakapan akademik dl dalam dan di luar sekolah. Kasus yang
pernah dimuat tentang kisah seorang anak pintar karbitan ini terjadi
pada tahun 1930, seperti yang dimuat majalah New Yorker. Terjadi pada
seorang anak yang bernama William James Sidis, putra seorang
psikiater. Kecerdasan otaknya membuat anak itu segera masuk Harvard
College walaupun usianya masih 11 tahun. Kecerdasannya di bidang
matematika begitu mengesankan banyak orang. Prestasinya sebagai anak
jenius menghiasi berbagai media masa. Namun apa yang terjadi kemudian?
James Thurber seorang wartawan terkemuka. pada suatu hari menemukan
seorang pemulung mobil tua, yang tak lain adalah William James Sidis.
Si anak ajaib yang begitu dibanggakan dan membuat orang banyak
berdecak kagum pada beberapa waktu silam.
Kisah lain tentang kehebatan kognitif yang diberdayakan juga terjadi
pada seorang anak perempuan bernama Edith. Terjadi pada tahun 1952, di
mana seorang Ibu yang bernama Aaron Stern telah berhasil melakukan
eksperimen menyiapkan lingkungan yang sangat menstimulasi perkembangan
kognitif anaknya, sejak si anak masih berupa janin. Baru saja bayi itu
lahir ibunya telah memperdengarkan suara musik klasik di telinga sang
bayi. Kemudian diajak berbicara dengan menggunakan bahasa orang
dewasa. Setiap saat sang bayi dikenalkan kartu-kartu bergambar dan
kosa kata baru. Hasilnya sungguh mencengangkan! Di usia 1 tahun Edith
telah dapat berbicara dengan kalimat sempurna. Di usia 5 tahun Edith
telah menyelesaikan membaca ensiklopedi Britannica. Usia 9 tahun ia
membaca enam buah buku dan Koran New York Times setiap harinya. Usia
12 tahun dia masuk universitas. Ketika usianya menginjak 15 tahun la
menjadi guru matematika di Michigan State University . Aaron Stem
berhasil menjadikan Edith anak jenius karena terkait dengan kapasitas
otak yang sangat tak berhingga.
Namun khabar Edith selanjutnya juga tidak terdengar lagi ketika ia
dewasa. Banyak kesuksesan yang diraih anak saat ia menjadi anak, tidak
menjadi sesuatu yang bemakna dalam kehidupan anak ketika ia menjadi
manusia dewasa. Berbeda dengan banyak kasus legendaris orang-orang
terkenal yang berhasil mengguncang dunia dengan penemuannya. Di saat
mereka kecil mereka hanyalah anak-anak biasa yang terkadang juga
dilabel sebagai murid yang dungu.
Seperti halnya Einstien yang mengalami kesulitan belajar hingga kelas
3 SD. Dia dicap sebagai anak bebal yang suka melamun. Selama
berpuluh-puluh tahun orang begitu yakin bahwa keberhasilan anak di
masa depan sangat ditentukan oleh faktor kognitif. Otak memang
memiliki kemampuan luar biasa yang tiada berhingga. Oleh karena itu
banyak orangtua dan para pendidik tergoda untuk melakukan "Early
Childhood Training". Era pemberdayaan otak mencapai masa keemasanmya.
Setiap orangtua dan pendidik berlomba-lomba menjadikan anak-anak
mereka menjadi anak-anak yang super (Superkids). Kurikulum pun dikemas
dengan muatan 90 % bermuatan kognitif yang mengfungsikan belahan otak
kiri. Sementara fungsi belahan otak kanan hanya mendapat porsi 10%
saja. Ketidakseimbangan dalam memfungsikan ke dua belahan otak dalam
proses pendidikan di sekolah sangat mencolok. Hal ini terjadi sekarang
di mana-rnana, di Indonesia.
"Early Ripe, early Rot...!"
Gejala ketidakpatutan dalam mendidik ini mulai terlihat pada tahun
1990 di Amerika. Saat orangtua dan para professional merasakan
pentingnya pendidikan bagi anak-anak semenjak usia dini. Orangtua
merasa apabila mereka tidak segera mengajarkan anak-anak mereka
berhitung, membaca dan menulis sejak dini maka mereka akan kehilangan
"peluang emas" bagi anak-anak mereka selanjutnya. Mereka memasukkan
anak-anak mereka sesegera mungkin ke Taman Kanak-kanak (Pra Sekolah).
Taman Kanak-kanak pun dengan senang hati menerima anak-anak yang masih
berusia di bawah usia 4 tahun. Kepada anak-anak ini gurunya
membelajarkan membaca dan berhitung secara formal sebagai pemula.
Terjadinya kemajuan radikal dalam pendidikan usia dini di Amerika
sudah dirasakan saat Rusia meluncurkan Sputnik pada tahun 1957.
Mulailah "Era Headstart" merancah dunia pendidikan. Para akademisi
begitu optimis untuk membelajarkan wins dan matematika kepada anak
sebanyak dan sebisa mereka (tiada berhingga). Sementara mereka tidak
tahu banyak tentang anak, apa yang mereka butuhkan dan inginkan
sebagai anak.
Puncak keoptimisan era Headstart diakhiri dengan pernyataan Jerome
Bruner, seorang psikolog dari Harvard University yang menulis sebuah
buku terkenal "The Process of Education" pada tahun 1990. Ia
menyatakan bahwa kompetensi anak untuk belajar sangat tidak berhingga.
Inilah buku suci pendidikan yang mereformasi kurikulum pendidikan di
Amerika . "We begin with the hypothesis that any subject can be taught
effectively in some intellectually honest way to any child at any
stage of development" .
Inilah kalimat yang merupakan hipotesis Bruner yang di salahartikan
oleh banyak pendidik, yang akhirnya menjadi bencana! Pendidikan
dilaksanakan dengan cara memaksa otak kiri anak sehingga membuat
mereka cepat matang dan cepat busuk... early ripe, early rot!
Anak-anak menjadi tertekan. Mulai dari tingkat pra sekolah hingga usia
SD. Di rumah para orangtua kemudian juga melakukan hal yang sama,
yaitu mengajarkan sedini mungkin anak-anak mereka membaca ketika Glenn
Doman menuliskan kiat-kiat praktis membelajarkan bayi membaca.
Bencana berikutnya datang saat Arnold Gesell memaparkan konsep
"kesiapan-readiness " dalam ilmu psikologi perkembangan temuannya yang
mendapat banyak decakan kagum. Ia berpendapat tentang "biological
limititations on learning'. Untuk itu ia menekankan perlunya dilakukan
intervensi dini dan rangsangan inlelektual dini kepada anak agar
mereka segera siap belajar apapun.
Tekanan yang bertubi-tubi dalam memperoleh kecakapan akademik di
sekolah membuat anak-anak menjadi cepat mekar. Anak -anak menjadi
"miniature orang dewasa ". Lihatlah sekarang, anak-anak itu juga
bertingkah polah sebagaimana layaknya orang dewasa. Mereka berpakaian
seperti orang dewasa, berlaku pun juga seperti orang dewasa. Di sisi
lain media pun merangsang anak untuk cepat mekar terkait dengan musik,
buku, film, televisi, dan internet. Lihatlah maraknya program teve
yang belum pantas ditonton anak anak yang ditayangkan di pagi atau pun
sore hari. Media begitu merangsang keingintahuan anak tentang dunia
seputar orang dewasa. sebagai seksual promosi yang menyesatkan. Pendek
kata media telah memekarkan bahasa, berpikir dan perilaku anak tumbuh
kembang secara cepat.
Tapi apakah kita tahu bagaimana tentang emosi dan perasaan anak?
Apakah faktor emosi dan perasaan juga dapat digegas untuk dimekarkan
seperti halnya kecerdasan? Perasaan dan emosi ternyata memiliki waktu
dan ritmenya sendiri yang tidak dapat digegas atau dikarbit. Bisa saja
anak terlihat berpenampilan sebagai layaknya orang dewasa, tetapi
perasaan mereka tidak seperti orang dewasa. Anak-anak memang terlihat
tumbuh cepat di berbagai hal tetapi tidak di semua hal. Tumbuh
mekarnya emosi sangat berbeda dengan tumbuh mekarnya kecerdasan
(intelektual) anak. Oleh karena perkembangan emosi lebih rumit dan
sukar, terkait dengan berbagai keadaan, Cobalah perhatikan, khususnya
saat perilaku anak menampilkan gaya "kedewasaan ", sementara
perasaannya menangis berteriak sebagai "anak".
Seperti sebuah lagu popular yang pernah dinyanyikan suara emas seorang
anak laki-laki "Heintje" di era tahun 70-an... I'm Nobody's Child I'M
NOBODY'S CHILD I'M nobody's child I'm nobody’s child Just like a flower
I'm growing wild No mommies kisses and no daddy's smile Nobody's louch
me I'm nobody's child.
Dampak berikutnya terjadi ... ketika anak memasuki usia remaja Akibat
negatif lainnya dari anak-anak karbitan terlihat ketika ia memasuki
usia remaja. Mereka tidak segan segan mempertontonkan berbagai macam
perilaku yang tidak patut. Patricia O'Brien menamakannya sebagai "The
Shrinking of Childhood". Lu belum tahu ya... bahwa gue telah melakukan
segalanya", begitu pengakuan seorang remaja pria berusia 12 tahun
kepada teman-temannya. "Gue tahu apa itu minuman keras, drug, dan seks
" serunya bangga.
Berbagai kasus yang terjadi pada anak-anak karbitan memperlihatkan
bagaimana pengaruh tekanan dini pada anak akan menyebabkan berbagai
gangguan kepribadian dan emosi pada anak. Oleh karena ketika semua
menjadi cepat mekar.... kebutuhan emosi dan sosial anak jadi tak
dipedulikan! Sementara anak sendiri membutuhkan waktu untuk tumbuh,
untuk belajar dan untuk berkembang, sebuah proses dalam kehidupannya !
Saat ini terlihat kecenderungan keluarga muda lapisan menengah ke atas
yang berkarier di luar rumah tidak memiliki waktu banyak dengan
anak-anak mereka. Atau pun jika si ibu berkarier di dalam rumah, ia
lebih mengandalkan tenaga "baby sitter" sebagai pengasuh anak-anaknva.
Colette Dowling menamakan ibu-ibu muda kelompok ini sebagai
"Cinderella Syndrome" yang senang window shopping, ikut arisan, ke
salon memanjakan diri, atau menonton telenovela atau buku romantis.
Sebagai bentuk ilusi rnenghindari kehidupan nyata yang mereka jalani.
Kelompok ini akan sangat bangga jika anak-anak mereka bersekolah di
lembaga pendidikan yang mahal, ikut berbagai kegiatan kurikuler, ikut
berbagai Les, dan mengikuti berbagai arena, seperti lomba penyanyi
cilik, lomba model ini dan itu. Para orangtua ini juga sangat bangga
jika anak-anak mereka superior di segala bidang, bukan hanya di
sekolah. Sementara orangtua yang sibuk juga mewakilkan diri mereka
kepada baby sitter terhadap pengasuhan dan pendidikan anak-anak
mereka. Tidak jarang para baby sitter ini mengikuti pendidikan
parenting di lembaga pendidikan eksekutif sebagai wakil dari orang
tua.
ERA SUPERKIDS
Kecenderungan orangtua menjadikan anaknva "be special " daripada "be
average or normal" sernakin marak terlihat. Orangtua sangat ingin
anak-anak mereka menjadi "to excel to be the best". Sebetulnya tidak
ada yang salah. Nanun ketika anak-anak mereka digegas untuk mulai
mengikuti berbagai kepentingan orangtua untuk menyuruh anak mereka
mengikuti beragam kegiatan, seperti kegiatan mental aritmatik, sempoa,
renang, basket, balet, tari ball, piano, biola, melukis, dan banyak
lagi lainnya...maka lahirlah anak-anak super---"SUPERKIDS' ". Cost
merawat anak superkids ini sangat mahal.
Era Superkids berorientasi kepada "Competent Child". Orangtua saling
berkompetisi dalam mendidik anak karena mereka percaya "earlier is
better". Semakin dini dan cepat dalam menginvestasikan beragam
pengetahuan ke dalam diri anak mereka, maka itu akan semakin baik.
Neil Posmant seorang sosiolog Amerika pada tahun 80-an meramalkan
bahwa jika anak-anak tercabut dari masa kanak-kanaknya, maka
lihatlah... ketika anak anak itu menjadi dewasa, maka ia akan menjadi
orang dewasa yang ke kanak-kanakan!
ANAK-ANAK KARBITAN
Oleh Dewi Utama Faizah, bekerja di Direktorat pendidikan TK dan SD
Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, Program Director untuk Institut
Pengembangan Pendidikan Karakter divisi dari Indonesia Heritage
Foundation.
Anak-anak yang digegas Menjadi cepat mekar Cepat matang Cepat
layu...Pendidikan bagi anak usia dini sekarang tengah marak-maraknya.
Dimana mana orang tua merasakan pentingnya mendidik anak melalui
lembaga persekolahan yang ada. Mereka pun berlomba untuk memberikan
anak-anak mereka pelayanan pendidikan yang baik. Taman kanak-kanak pun
berdiri dengan berbagai rupa, di kota hingga ke desa. Kursus-kursus
kilat untuk anak-anak pun juga bertaburan di berbagai tempat. Tawaran
berbagai macam bentuk pendidikan ini amat beragam. Mulai dari yang
puluhan ribu hingga jutaan rupiah per bulannya. Dari kursus yang dapat
membuat otak anak cerdas dan pintar berhitung, cakap berbagai bahasa,
hingga fisik kuat dan sehat melalui kegiatan menari, main musik dan
berenang. Dunia pendidikan saat ini betul-betul penuh dengan denyut
kegairahan. Penuh tawaran yang menggiurkan yang terkadang menguras isi
kantung orangtua ...
Captive market! Kondisi diatas terlihat biasa saja bagi orang awam.
Namun apabila kita amati lebih cermat, dan kita baca berbagai
informasi di intenet dan lileratur yang ada tentang bagaimana
pendidikan yang patut bagi anak usia dini, maka kita akan terkejut!
Saat ini hampir sebagian besar penyelenggaraan pendidikan bagi
anak-anak usia dini melakukan kesalahan. Di samping ketidak patutan
yang dilakukan oleh orang tua akibat ketidak tahuannya!
Anak-Anak Yang Digegas...
Ada beberapa indikator untuk melihat berbagai ketidakpatutan terhadap
anak. Diantaranya yang paling menonjol adalah orientasi pada kemampuan
intelektual secara dini. Akibatnya bermunculanlah anak-anak ajaib
dengan kepintaran intelektual luar biasa. Mereka dicoba untuk
menjalani akselerasi dalam pendidikannya dengan memperoleh pengayaan
kecakapan-kecakapan akademik dl dalam dan di luar sekolah. Kasus yang
pernah dimuat tentang kisah seorang anak pintar karbitan ini terjadi
pada tahun 1930, seperti yang dimuat majalah New Yorker. Terjadi pada
seorang anak yang bernama William James Sidis, putra seorang
psikiater. Kecerdasan otaknya membuat anak itu segera masuk Harvard
College walaupun usianya masih 11 tahun. Kecerdasannya di bidang
matematika begitu mengesankan banyak orang. Prestasinya sebagai anak
jenius menghiasi berbagai media masa. Namun apa yang terjadi kemudian?
James Thurber seorang wartawan terkemuka. pada suatu hari menemukan
seorang pemulung mobil tua, yang tak lain adalah William James Sidis.
Si anak ajaib yang begitu dibanggakan dan membuat orang banyak
berdecak kagum pada beberapa waktu silam.
Kisah lain tentang kehebatan kognitif yang diberdayakan juga terjadi
pada seorang anak perempuan bernama Edith. Terjadi pada tahun 1952, di
mana seorang Ibu yang bernama Aaron Stern telah berhasil melakukan
eksperimen menyiapkan lingkungan yang sangat menstimulasi perkembangan
kognitif anaknya, sejak si anak masih berupa janin. Baru saja bayi itu
lahir ibunya telah memperdengarkan suara musik klasik di telinga sang
bayi. Kemudian diajak berbicara dengan menggunakan bahasa orang
dewasa. Setiap saat sang bayi dikenalkan kartu-kartu bergambar dan
kosa kata baru. Hasilnya sungguh mencengangkan! Di usia 1 tahun Edith
telah dapat berbicara dengan kalimat sempurna. Di usia 5 tahun Edith
telah menyelesaikan membaca ensiklopedi Britannica. Usia 9 tahun ia
membaca enam buah buku dan Koran New York Times setiap harinya. Usia
12 tahun dia masuk universitas. Ketika usianya menginjak 15 tahun la
menjadi guru matematika di Michigan State University . Aaron Stem
berhasil menjadikan Edith anak jenius karena terkait dengan kapasitas
otak yang sangat tak berhingga.
Namun khabar Edith selanjutnya juga tidak terdengar lagi ketika ia
dewasa. Banyak kesuksesan yang diraih anak saat ia menjadi anak, tidak
menjadi sesuatu yang bemakna dalam kehidupan anak ketika ia menjadi
manusia dewasa. Berbeda dengan banyak kasus legendaris orang-orang
terkenal yang berhasil mengguncang dunia dengan penemuannya. Di saat
mereka kecil mereka hanyalah anak-anak biasa yang terkadang juga
dilabel sebagai murid yang dungu.
Seperti halnya Einstien yang mengalami kesulitan belajar hingga kelas
3 SD. Dia dicap sebagai anak bebal yang suka melamun. Selama
berpuluh-puluh tahun orang begitu yakin bahwa keberhasilan anak di
masa depan sangat ditentukan oleh faktor kognitif. Otak memang
memiliki kemampuan luar biasa yang tiada berhingga. Oleh karena itu
banyak orangtua dan para pendidik tergoda untuk melakukan "Early
Childhood Training". Era pemberdayaan otak mencapai masa keemasanmya.
Setiap orangtua dan pendidik berlomba-lomba menjadikan anak-anak
mereka menjadi anak-anak yang super (Superkids). Kurikulum pun dikemas
dengan muatan 90 % bermuatan kognitif yang mengfungsikan belahan otak
kiri. Sementara fungsi belahan otak kanan hanya mendapat porsi 10%
saja. Ketidakseimbangan dalam memfungsikan ke dua belahan otak dalam
proses pendidikan di sekolah sangat mencolok. Hal ini terjadi sekarang
di mana-rnana, di Indonesia.
"Early Ripe, early Rot...!"
Gejala ketidakpatutan dalam mendidik ini mulai terlihat pada tahun
1990 di Amerika. Saat orangtua dan para professional merasakan
pentingnya pendidikan bagi anak-anak semenjak usia dini. Orangtua
merasa apabila mereka tidak segera mengajarkan anak-anak mereka
berhitung, membaca dan menulis sejak dini maka mereka akan kehilangan
"peluang emas" bagi anak-anak mereka selanjutnya. Mereka memasukkan
anak-anak mereka sesegera mungkin ke Taman Kanak-kanak (Pra Sekolah).
Taman Kanak-kanak pun dengan senang hati menerima anak-anak yang masih
berusia di bawah usia 4 tahun. Kepada anak-anak ini gurunya
membelajarkan membaca dan berhitung secara formal sebagai pemula.
Terjadinya kemajuan radikal dalam pendidikan usia dini di Amerika
sudah dirasakan saat Rusia meluncurkan Sputnik pada tahun 1957.
Mulailah "Era Headstart" merancah dunia pendidikan. Para akademisi
begitu optimis untuk membelajarkan wins dan matematika kepada anak
sebanyak dan sebisa mereka (tiada berhingga). Sementara mereka tidak
tahu banyak tentang anak, apa yang mereka butuhkan dan inginkan
sebagai anak.
Puncak keoptimisan era Headstart diakhiri dengan pernyataan Jerome
Bruner, seorang psikolog dari Harvard University yang menulis sebuah
buku terkenal "The Process of Education" pada tahun 1990. Ia
menyatakan bahwa kompetensi anak untuk belajar sangat tidak berhingga.
Inilah buku suci pendidikan yang mereformasi kurikulum pendidikan di
Amerika . "We begin with the hypothesis that any subject can be taught
effectively in some intellectually honest way to any child at any
stage of development" .
Inilah kalimat yang merupakan hipotesis Bruner yang di salahartikan
oleh banyak pendidik, yang akhirnya menjadi bencana! Pendidikan
dilaksanakan dengan cara memaksa otak kiri anak sehingga membuat
mereka cepat matang dan cepat busuk... early ripe, early rot!
Anak-anak menjadi tertekan. Mulai dari tingkat pra sekolah hingga usia
SD. Di rumah para orangtua kemudian juga melakukan hal yang sama,
yaitu mengajarkan sedini mungkin anak-anak mereka membaca ketika Glenn
Doman menuliskan kiat-kiat praktis membelajarkan bayi membaca.
Bencana berikutnya datang saat Arnold Gesell memaparkan konsep
"kesiapan-readiness " dalam ilmu psikologi perkembangan temuannya yang
mendapat banyak decakan kagum. Ia berpendapat tentang "biological
limititations on learning'. Untuk itu ia menekankan perlunya dilakukan
intervensi dini dan rangsangan inlelektual dini kepada anak agar
mereka segera siap belajar apapun.
Tekanan yang bertubi-tubi dalam memperoleh kecakapan akademik di
sekolah membuat anak-anak menjadi cepat mekar. Anak -anak menjadi
"miniature orang dewasa ". Lihatlah sekarang, anak-anak itu juga
bertingkah polah sebagaimana layaknya orang dewasa. Mereka berpakaian
seperti orang dewasa, berlaku pun juga seperti orang dewasa. Di sisi
lain media pun merangsang anak untuk cepat mekar terkait dengan musik,
buku, film, televisi, dan internet. Lihatlah maraknya program teve
yang belum pantas ditonton anak anak yang ditayangkan di pagi atau pun
sore hari. Media begitu merangsang keingintahuan anak tentang dunia
seputar orang dewasa. sebagai seksual promosi yang menyesatkan. Pendek
kata media telah memekarkan bahasa, berpikir dan perilaku anak tumbuh
kembang secara cepat.
Tapi apakah kita tahu bagaimana tentang emosi dan perasaan anak?
Apakah faktor emosi dan perasaan juga dapat digegas untuk dimekarkan
seperti halnya kecerdasan? Perasaan dan emosi ternyata memiliki waktu
dan ritmenya sendiri yang tidak dapat digegas atau dikarbit. Bisa saja
anak terlihat berpenampilan sebagai layaknya orang dewasa, tetapi
perasaan mereka tidak seperti orang dewasa. Anak-anak memang terlihat
tumbuh cepat di berbagai hal tetapi tidak di semua hal. Tumbuh
mekarnya emosi sangat berbeda dengan tumbuh mekarnya kecerdasan
(intelektual) anak. Oleh karena perkembangan emosi lebih rumit dan
sukar, terkait dengan berbagai keadaan, Cobalah perhatikan, khususnya
saat perilaku anak menampilkan gaya "kedewasaan ", sementara
perasaannya menangis berteriak sebagai "anak".
Seperti sebuah lagu popular yang pernah dinyanyikan suara emas seorang
anak laki-laki "Heintje" di era tahun 70-an... I'm Nobody's Child I'M
NOBODY'S CHILD I'M nobody's child I'm nobody’s child Just like a flower
I'm growing wild No mommies kisses and no daddy's smile Nobody's louch
me I'm nobody's child.
Dampak berikutnya terjadi ... ketika anak memasuki usia remaja Akibat
negatif lainnya dari anak-anak karbitan terlihat ketika ia memasuki
usia remaja. Mereka tidak segan segan mempertontonkan berbagai macam
perilaku yang tidak patut. Patricia O'Brien menamakannya sebagai "The
Shrinking of Childhood". Lu belum tahu ya... bahwa gue telah melakukan
segalanya", begitu pengakuan seorang remaja pria berusia 12 tahun
kepada teman-temannya. "Gue tahu apa itu minuman keras, drug, dan seks
" serunya bangga.
Berbagai kasus yang terjadi pada anak-anak karbitan memperlihatkan
bagaimana pengaruh tekanan dini pada anak akan menyebabkan berbagai
gangguan kepribadian dan emosi pada anak. Oleh karena ketika semua
menjadi cepat mekar.... kebutuhan emosi dan sosial anak jadi tak
dipedulikan! Sementara anak sendiri membutuhkan waktu untuk tumbuh,
untuk belajar dan untuk berkembang, sebuah proses dalam kehidupannya !
Saat ini terlihat kecenderungan keluarga muda lapisan menengah ke atas
yang berkarier di luar rumah tidak memiliki waktu banyak dengan
anak-anak mereka. Atau pun jika si ibu berkarier di dalam rumah, ia
lebih mengandalkan tenaga "baby sitter" sebagai pengasuh anak-anaknva.
Colette Dowling menamakan ibu-ibu muda kelompok ini sebagai
"Cinderella Syndrome" yang senang window shopping, ikut arisan, ke
salon memanjakan diri, atau menonton telenovela atau buku romantis.
Sebagai bentuk ilusi rnenghindari kehidupan nyata yang mereka jalani.
Kelompok ini akan sangat bangga jika anak-anak mereka bersekolah di
lembaga pendidikan yang mahal, ikut berbagai kegiatan kurikuler, ikut
berbagai Les, dan mengikuti berbagai arena, seperti lomba penyanyi
cilik, lomba model ini dan itu. Para orangtua ini juga sangat bangga
jika anak-anak mereka superior di segala bidang, bukan hanya di
sekolah. Sementara orangtua yang sibuk juga mewakilkan diri mereka
kepada baby sitter terhadap pengasuhan dan pendidikan anak-anak
mereka. Tidak jarang para baby sitter ini mengikuti pendidikan
parenting di lembaga pendidikan eksekutif sebagai wakil dari orang
tua.
ERA SUPERKIDS
Kecenderungan orangtua menjadikan anaknva "be special " daripada "be
average or normal" sernakin marak terlihat. Orangtua sangat ingin
anak-anak mereka menjadi "to excel to be the best". Sebetulnya tidak
ada yang salah. Nanun ketika anak-anak mereka digegas untuk mulai
mengikuti berbagai kepentingan orangtua untuk menyuruh anak mereka
mengikuti beragam kegiatan, seperti kegiatan mental aritmatik, sempoa,
renang, basket, balet, tari ball, piano, biola, melukis, dan banyak
lagi lainnya...maka lahirlah anak-anak super---"SUPERKIDS' ". Cost
merawat anak superkids ini sangat mahal.
Era Superkids berorientasi kepada "Competent Child". Orangtua saling
berkompetisi dalam mendidik anak karena mereka percaya "earlier is
better". Semakin dini dan cepat dalam menginvestasikan beragam
pengetahuan ke dalam diri anak mereka, maka itu akan semakin baik.
Neil Posmant seorang sosiolog Amerika pada tahun 80-an meramalkan
bahwa jika anak-anak tercabut dari masa kanak-kanaknya, maka
lihatlah... ketika anak anak itu menjadi dewasa, maka ia akan menjadi
orang dewasa yang ke kanak-kanakan!
Leave a Comment