Ketika Agama dimudah-mudahkan

Saya teringat cerita dari saudara saya ketika ia ikut shalat tarawih di suatu daerah di Jawa Barat. Sehabis Al Fatihah, sang imam membaca “Thahaa” permulaan ayat Thaha. Bukan surat umum yang dibaca. Yang terpikir oleh saudara saya adalah sang Imam merupakan orang yang hafizh (hafal Quran) karena bisa menghafal surat Thaha. Setidaknya sebagian. Tapi ternyata dugaannya meleset, sehabis membaca ayat pertama dari Thaha tadi, sang Imam melanjutkannya dengan ruku’. Tak habis fikir saudara saya akan kejadian itu. Tapi ternyata hal itu terus berlanjut selama shalat tarawih. Di rakaat berikutnya sang Imam membaca “Yasiin” lalu ruku’, rakaat berikutnya “Alif Lam Ra” lalu ruku’. “Nuun” lalu ruku’. Penasaran saudara saya mencari tahu kenapa sang Imam hanya membaca ayat-ayat pertama setiap surat setelah tarawih. Ternyata jamaah menyukai shalat tarawih yang cepat selesai. Jadi jika ada Imam membaca surat-surat yang agak panjang, maka jamaah tidak menyukainya malah ada jamaah yang tidak mau datang.

Memang tidak ada larangan sama sekali di dalam shalat untuk membaca hanya satu ayat. Malah membaca surat atau sebuah ayat di dalam shalat bukan merupakan kewajiban. Tapi ada niatan yang salah di balik itu, ada esensi yang kurang di dalam shalat tersebut. Ketika seharusnya kita memberikan yang terbaik di dalam shalat kita, karena shalat adalah persembahan yang wajib kita berikan kepada Allah swt. Tapi persembahan yang kita berikan malah sekedarnya, bukan apa yang kita mampu berikan.

Terbetik di benak saya manusia mengambil apa-apa yang mudah di dalam agama, lalu meninggalkan apa yang dianggapnya sulit, padahal ia bisa melakukannya jika ia mau. Pikiran ini mungkin selaras dengan tumbuh kembangnya aliran-aliran sesat di Indonesia. Banyak dari saudara-saudara kita menganggap apa-apa yang diperintahkan agama sulit untuk dilakukan. Maka ketika ada orang-orang yang mengajarkan bahwa tidak semua yang diperintahkan agama harus dilakukan atau dapat dilakukan sekedarnya, dengan dalil yang dibuat-buat atau diambil penggalannya saja, mereka bagai mendapatkan durian runtuh.

“Inilah agama yang mudah, yang sesuai dengan keinginan kami” begitu kata mereka. Mereka berfikir bahwa mereka tetap pada jalan yang benar karena mereka tidak keluar dari agama sebelumnya, tapi kewajiban-kewajiban yang sebelumnya mereka harus lakukan dapat dikurangi atau dihilangkan dengan tanpa menyalahi agama, karena dalil-dalil yang salah itu tadi. Maka muncullah aliran agama yang tidak mewajibkan shalat dan puasa. Atau aliran agama yang hanya melaksanakan shalat dengan dua waktu, ada yang mengganti bacaan shalat semau mereka, ada yang cukup dengan memeluk Islam pasti masuk surga (Islam liberal terlaknat) dan lain-lain.

Agama (Islam) itu memang mudah, maka jangan dibuat sulit, dan jangan juga dimudah-mudahkan. Contoh nyatanya adalah shalat. Shalat adalah kewajiban, tetapi jika dalam perjalanan boleh dijama’ atau diqashar. Jika tidak mampu berdiri, boleh duduk, jika tidak mampu, boleh berbaring, boleh berkedip, boleh dengan isyarat. Maka Islam mempermudah untuk melaksanakan kewajiban, tapi dengan syarat tertentu. Jangan dipermudah dengan seenaknya sendiri.

Wallahu 'alam.

No comments

Powered by Blogger.